Ketika aku melakukan perjalanan, seringkali aku mendapatkan pertanyaan, “Kok sendiri?”. Mereka heran, karena memang tidak banyak orang yang melakukan solo traveling. Sebenarnya, bukan hanya perkara traveling, sebagian besar kegiatan yang lain pun kulakukan sendiri. Why? Aku senang saja melakukannya sendiri.
Menjelang usia 20 tahun, aku menyadari bahwa diriku adalah ambiver (orang yang memiliki karakteristik ektrover dan introver). Aku bisa bergaul dengan banyak orang, sekaligus bisa menikmati waktu kesendirianku. Namun, semakin bertambahnya usia, karakteristik introver-ku semakin dominan. Aku jauh lebih nyaman menghabiskan waktuku sendiri dibandingkan dengan banyak orang.
Tenang dan damai
Tenang dan damai, menjadi salah satu alasan utamaku menyukai kesendirian. Ketika aku sendiri, aku tidak perlu mempertimbangkan yang orang lain pikirkan/rasakan.
“Nanti ngobrol apa aja ya?”
“Dia nyaman gak ya denganku?”
“Mereka menikmati perjalanan ini kan?”
Dan masih banyak yang lainnya. Aku tidak perlu memikirkan itu semua. Aku hanya fokus pada diriku, yang kupikir dan kurasakan. Karena tidak banyak yang dipertimbangkan, fokus hanya pada diri sendiri, hal itu menjadikan suasana jauh lebih tenang dan damai. Suasana seperti itu merangsang diriku untuk berefleksi dan bercakap pada diri sendiri.
Lebih bebas, tidak ada tekanan/komentar dari pihak lain
Ketika aku sendiri, aku juga tidak perlu buru-buru. Tidak ada yang menunggu, pun yang ditunggu. Aku bisa melakukan kegiatanku dengan santai.
Ketika aku melakukan perjalanan, aku cenderung membutuhkan waktu yang lama. Aku bisa menetap di suatu daerah selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan hanya untuk merasakan layaknya orang setempat. Selain itu, aku memang menyukai perjalanan panjang. Bagi sebagian orang yang tidak memiliki banyak waktu luang sepertiku, yang kulakukan seperti membuang-buang waktu. Mereka cenderung wisatawan bertipe trip wisata, yang melakukan kunjungan ke berbagai destinasi dalam satu hari.

Sumber : Unsplash
Sedangkan aku bertipe petualang, yang cenderung santai dan menjelajah suatu destinasi secara lebih mendalam. Oleh karena itu, aku lebih suka melakukan solo traveling, yang lebih bebas dan santai.
Kesepian
Aku bisa (dan menikmati) melakukan banyak hal sendiri bukan berarti tanpa masalah. Kesepian menjadi momok ketika sendiri. Tentu kesepian berbeda dengan kesendirian. Sendiri tidak selalu kesepian, pun kesepian tidak melulu terjadi ketika sendiri.
Namun, kesepian seringkali terjadi ketika sendiri. Harus kuakui pula bahwa aku juga cukup sering merasa kesepian. Seiring bertambahnya waktu, aku yang semakin kuat, rasa kesepian menjadi semakin bisa ditahan. Aku jadi terbiasa.
“If you want to be strong, learn to enjoy being alone.”
Keberhasilan mengatasi perasaan kesepian memang membuatku menjadi pribadi yang kuat. Namun lebih dari itu, kebiasaan melakukan hampir semua hal sendirian membuatku tidak bergantung pada orang lain.

Sumber : Unsplash
Menikmati kesendiran bukan berarti aku tidak ingin menghabiskan waktu dengan orang lain, hanya saja menemukan orang yang tepat bagiku begitu sulit. Alih-alih menanti yang tak kunjung datang, aku memilih untuk menikmati kesendirianku. Alih-alih terus mencari—yang jauh lebih menguras energi—aku memilih untuk berdamai dengan kesepian.
Sekarang, aku bisa dengan percaya diri mengatakan bahwa aku menikmati kesendirian. Tapi, entah nanti ketika aku berusia 30, 40 atau 50 tahun? Kesepian merupakan pergulatan panjang yang dihadapi setiap orang …
Writer : Bayu Rakhmatullah
So true! Di masyarakat kita hal ini tampak aneh. Tapi sebenarnya ga ada yang aneh. Being alone is not always lonely. It’s a preferance. It works even better for certain cases. Hi five, dude!!
Betul sekali! Justru ada banyak keuntungan ketika memutuskan untuk menikmati kesendirian. Tos!
Berjalan sendiri tentu ada sisi baik dan buruknya terutama bagi perempuan.
Seringkali saya ingin bertualang sendirian supaya merasa lebih bebas dan tak perlu memikirkan apa² Tetapi kembali lagi kepada kodrat sebagai seorang perempuan. “Bepergian harus ditemani mahrom nya.” 😊
Orang2 masih banyak yg merasa aneh melihat solo traveller. Pdhl di luar negeri sudah banyak yg melakukan itu
Iya loh. Padahal di sana udah seperti budaya yang dianjurkan untuk dilakukan, setidaknya sekali seumur hidup melakukan perjalanan panjang sendiri.
Relate banget kak. Solo traveling sebenernya asik. Tp kadang bikin kepikiran: kok saya ngga punya temen jalan ya? Wkwkwk
But most of the time, kl jalan2 sm org sy jg suka kepikiran org lain nyaman ngga ya? Ngobrol apa ya? Dst.
Hahaha. Iya sih, kadang ketika rasa kesepian mulai menghampiri jadi terpikir gini, “aduh jadi pengen ngobrol sama temen perjalanan nih.”
Tapi asyiknya solo traveling itu memberikan waktu pada kita untuk berkontemplasi. Me time. Dan itu priceless.