Kopi dan Koran Digital di Pagi Hari

By | July 28, 2021
literasi digital

Sumber : Pixabay

Air panas membasahi bubuk kopi yang berada di atas kertas saring. Tetes demi tetes air jatuh ke bejana kopi. Kemudian, kopi tersebut dituangkan ke dalam gelas berisi es batu. Es kopi menemaniku membaca koran digital di pagi hari, barang 1-2 jam. Begitulah aku mengawali setiap pagi hariku.

Membaca koran merupakan rutinitas yang sudah kulakukan sejak lama. Rasanya seperti ada yang kurang jika belum membaca koran untuk mengawali hari. Di tengah banjir informasi, aku harus bijak menentukan sumber informasi yang ingin kubaca.

Era banjir informasi seperti ini bagaikan pedang bermata dua. Selain kita dimudahkan dalam mencari informasi, hoaks bertebaran di mana-mana. Banyak orang kemudian jengah dan bingung karena banyaknya informasi yang beredar.

Hoaks

Hoaks atau disinformasi tumbuh subur di era banjir informasi ini, terlebih di masa pandemi. Hoaks mengenai Covid-19 mendominasi saat ini, misalnya teori konspirasi Covid-19 atau vaksin merupakan akal-akalan Bill Gates. Hingga kini, masih banyak orang yang meyakini bahwa Covid-19 itu tidak nyata, hanya rumor yang dibesar-besarkan oleh media.

Hoaks tumbuh subur di Indonesia karena kemampuan berpikir kritis masyarakat Indonesia cenderung masih rendah. Masyarakat tidak mampu memilah informasi yang benar diantara banyaknya informasi yang beredar. Selain itu, sebagian orang seakan-akan berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama menyebarkan hoaks, baik itu melalui media sosial atau grup percakapan Whatsapp. Fenomena inilah yang menyebabkan hoaks begitu masif dan tak terbendung di Indonesia.

Literasi digital   

Literasi digital menjadi solusi yang ampuh untuk mengatasi permasalahan hoaks di era banjir informasi ini. Terdengar klise memang, tapi memang begitulah adanya. Negara Finlandia patut menjadi contoh. Jika banyak negara kewalahan atas dampak buruk dari disinformasi, tidak dengan Finlandia. Finlandia sejak lama, lebih tepatnya tahun 2014, sudah memasukkan literasi digital ke dalam kurikulum sekolah. Hasilnya? Finlandia menjadi negara paling kebal terhadap disinformasi. Indeks Literasi Media yang diterbitkan Institut Masyarakat Terbuka di Sofia, sebagai indikator, selalu menempatkan Finlandia di peringkat pertama dari 35 negara Eropa sejak laporan tahunan diterbitkan per 2017 hingga 2021 (Kompas).

Bagaimana dengan Indonesia? Merujuk hasil survei Literasi Digital Nasional 2020 yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Katadata Insight Center, indeks literasi digital masyarakat Indonesia belum baik, masih di level sedang, dengan skor 3,47 dari skor tertinggi 5. Hal ini berarti secara umum masyarakat kurang memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi hoaks dan rentan ikut menyebarkan konten hoaks (Kompas).

Media sosial vs media arus utama

literasi digital

Sumber : Pixabay

Selain literasi digital, memilih sumber informasi terpercaya juga tak kalah penting dalam menghadapi era banjir informasi ini. Media sosial tidak seharusnya menjadi pilihan utama sumber informasi, terlebih untuk membuat kebijakan yang besar karena informasi dari media sosial yang tidak selalu akurat. Sebagai informasi, media sosial dan situs daring menjadi penyumbang terbesar hoaks di Indonesia. Selain itu, di media sosial, semua orang bisa memproduksi informasi, atau yang biasa disebut jurnalisme warga. Tidak ada verifikasi, independensi dan akuntablitas dari informasi yang dihasilkan oleh jurnalisme warga.

Sebaliknya, media arus utama menyediakan informasi yang valid karena diproduksi oleh lembaga terpercaya. Produksi berita media arus utama juga melalui proses yang panjang, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

literasi digital

Sumber : Pixabay

Tentu tidak semua media arus utama dapat dipercaya, tetap harus dipilih-pilih lagi. Ada tips yang bisa digunakan sebagai dasar memilih sumber informasi terpercaya. Satu, hindari click bait! Seringkali judul berita yang bombastis, isinya tidak sesuai, pun hanya menyentuh permukaanya saja. Media tersebut hanya mengejar klik iklan demi mendapatkan pemasukan dari adsense. Kedua, tandai situs-situs daring yang memproduksi konten yang sama persis. Di zaman informasi yang serba cepat ini, fenomena ini seringkali kita temui. Berbagai situs daring memproduksi berita yang sama, bahkan judul dan isinya sama persis. Bahkan tak jarang juga berita tersebut bersumber dari media sosial tanpa ada verifikasi. Lagi lagi demi mengejar klik iklan dari pengunjung. Blacklist media tersebut. Ketiga, berlangganan berita premium. Ada banyak media arus utama yang terpercaya, misalnya Kompas, Tempo, Jawa Pos dkk. Selain koran cetak, mereka juga menyediakan koran dalam bentuk digital. Berlangganan berita premium juga merupakan bentuk dukungan masyarakat pada pers dan kerja jurnalistik yang berkualitas.

Kemampuan berpikir kritis dan gemar membaca adalah kunci

Literasi digital dan memilih sumber informasi terpercaya adalah solusi melawan hoaks atau disinformasi di era banjir informasi ini. Namun, membangun kultur berpikir kritis dan gemar membaca adalah kuncinya. Setali tiga uang, kegandrungan membaca dapat meningkatkan literasi digital dan kemampuan berpikir kritis. Mari gemar membaca!

 

Writer : Bayu Rakhmatullah 

Mari Berdiskusi