Sejak mengikuti meditasi Vipassana selama 12 hari di Bogor dua tahun silam, aku jadi semakin jago dalam mengendalikan penggunaan media sosial. Tanpa menggunakan pengingat waktu sekalipun, aku akan sadar jika dirasa waktu yang kuhabiskan untuk media sosial mulai tidak ideal. Tapi, aku tetap menggunakan pengingat waktu sampai sekarang (sebagai jaga-jaga).
Jikalau ternyata belakangan aku terlalu banyak scrolling media sosial, yang sebenarnya itu-itu aja, dan aku merasa jengah, aku akan mengambil jeda sejenak. Uninstall semua/beberapa media sosial (pokoknya yang paling buruk bagi kesehatan mental) dalam kurun waktu tertentu. Jika ternyata membutuhkan langkah yang lebih ekstrem, aku juga akan menonaktifkan hpku. Meletakkan di laci tersembunyiku dan tidak akan kusentuh sampai waktu yang telah ditentukan.
Hal itu menjadi mungkin/lebih mudah kulakukan sejak aku mengikuti meditasi Vipassana di Bogor. Mengikuti meditasi Vipassana merupakan pengalaman yang luar biasa di hidupku. Selama 12 hari tidak menggunakan hp beserta alat elektronik yang lain. Pun tidak boleh membawa buku atau alat tulis yang lain. Alat-alat yang dilarang tadi disetorkan pada hari pertama, ketika pendaftaran. Kegiatannya? Meditasi, meditasi dan meditasi. Kiranya jika ditotal, meditasinya selama 12 jam lebih dalam sehari. Sisanya makan dan tidur. Makannya pun ala-ala vegetarian pula. Di waktu luang (istirahat dari meditasi), aku jalan-jalan mengelilingi bangunan Vipassana, yang memang dekat dengan alam. Mengamati burung dan pohon.

Sumber : Pixabay
Bukan hanya rehat sejenak dari gawai, medsos dkk, aku juga dilarang berkomunikasi dengan sesama peserta selama 12 hari di Bogor. Istilahnya adalah berdiam diri yang mulia (noble silence). Meditasi di Vipassana membantuku mengambil jeda, jarak serta memutus berbagai kemelekatan dalam hidupku. Pun membantuku meningkatkan kesadaran akan yang terjadi dalam diriku.
Ceritaku mengambil jeda atau puasa digital
Awal bulan Maret, aku memutuskan untuk mengambil jeda, atau biasa disebut sebagai puasa digital. Aku menargetkan untuk melakukan puasa digital selama 1 bulan. Aku uninstall semua aplikasi sosmedku, yaitu Instagram dan Facebook. Aku juga uninstall Whatsapp. Pokoknya aku uninstall aplikasi-aplikasi yang sekiranya menyita waktuku di depan gawai dan itu tidak produktif. Sebaliknya, aku install aplikasi Forest agar aku semakin produktif di masa puasa digital ini.
Aku menyadari bahwa aku lebih sering scrolling Instagram dari biasanya. Pun aku sering melebihi batas penggunaan Instagram (aku menetapkan batas 30 menit tiap harinya). Oleh karenanya, aku memutuskan untuk melakukan puasa digital. Selain itu, aku ingin lebih fokus menulis. Sebenarnya ada banyak sekali alasan yang melatarbelakangiku untuk melakukan puasa digital. Love Alarm 2 juga menjadi salah satu alasannya. Aku tidak ingin terkena spoiler yang tersebar di sosmed. Oleh karenanya, solusinya adalah puasa digital. Hahaha.
Seperti bisa diduga, hari pertama menjadi yang terberat. Tangan ini gatal sekali untuk menyentuh gawai.
“Ada kabar terbaru apa ya hari ini?”
“Ada pesan masuk gak ya?”
“Aku ingin sekali update story.”
Ingin sekali meng-install kembali sosmed dkk, tapi komitmen tetap harus dipegang. Lama kelamaan menjadi terbiasa. Rasa penasaran itu sudah tidak menggebu-gebu.
Hidup pun terasa lebih tenang dan damai. Drama-drama kehidupan yang sebenarnya tidak penting-penting amat sirna. Produktivitas pun meningkat drastis karena tidak terdisktraksi oleh sosmed. Aku pun merasa bahwa waktu luangku lebih banyak dibandingkan ketika tidak menjalani puasa digital.
Merenung, intropeksi, refleksi dan kontemplasi menjadi kegiatan yang wajar ketika menjalani puasa digital. Ini menjadi kesempatan bagiku untuk mengenal diriku jauh lebih baik lagi. Hal ini berkebalikan dengan hari biasanya, diakui atau tidak, kebanyakan dari kita melakukan kontemplasi di sela-sela kegiatan. Mencuri-curi waktu, bukan sudah diagendakan sebelumnya, apalagi prioritas.
“Faktanya, kebanyakan dari kita tidak menghabiskan cukup waktu untuk memikirkan bagaimana perasaan kita. Bahkan, sebagai orang dewasa, kita cenderung memberi lebih banyak energi untuk melawan emosi kita.”
Tidak hanya tentang diri sendiri, aku juga merenungi banyak hal, termasuk hubunganku dengan orang lain. Jeda ini membuatku menjaga jarak sementara dengan orang lain. Hal itu membuatku berpikir kembali.
“Siapa dia/mereka bagiku?”
“Toxic kah bagi kehidupanku?”
Jika dirasa orang tersebut toxic bagi kehidupanmu atau dia/mereka take it for granted pada dirimu, coba jaga jarak dengan mereka. Ambil jeda untuk tidak berkomunikasi dengan mereka. Selama jeda tadi, kamu akan menyadari bahwasannya dia/mereka memang layak gak sih untuk diperjuangkan? Layak tidak untuk melanjutkan hubungan dengannya?
Jeda itu perlu
Pada akhir puasa digital, aku malah merasa lebih nyaman mengambil jeda dari sosmed, gawai dkk dibandingkan harus install kembali. Oleh karenanya, tidak heran banyak orang juga memutuskan untuk tidak aktif permanen/lebih lama dari sosmed ketika sudah melakukan puasa digital. Aku pun ketagihan, tapi tidak sampai memutuskan untuk tidak aktif permanen karena masih ada keperluan berkenaan dengan pekerjaanku.
Beberapa hari setelah puasa digitalku usai, penggunaan gawaiku juga masih terkontrol, pun juga dengan sosmed. Berbeda dengan setelah aku mengikuti meditasi Vipassana, aku cenderung bar-bar ketika pada akhirnya memperoleh gawaiku kembali. Kini, aku bisa bersikap biasa saja, cool dan elegan. Hahaha.
Aku pun menyadari bahwa nanti ada masanya aku kembali menggunakan gawai dan sosmed secara berlebihan. Aku mulai tidak terkontrol kembali. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk melakukan puasa digital secara berkala, sebelum ketagihan gawai/sosmed muncul atau lebih parah.

Sumber : Pixabay
Dalam hidup ini, rasanya kita perlu mengambil jeda, berhenti sejenak, untuk sekadar merefleksikan berbagai hal yang telah terjadi. Tarik nafas yang dalam, definisikan berbagai perasaan yang kamu rasakan, pahami dirimu sendiri lebih baik lagi. Menjauhlah dari ingar bingar dunia/sosmed untuk sementara, agar bisa lebih fokus pada diri sendiri. Kemudian, kembali dengan pribadi yang lebih memahami diri sendiri dan mental yang lebih kuat. Sila mengambil jeda!
Writer : Bayu Rakhmatullah