“You can’t be apologetic, not about the things that are important to you.” – Boston Strangler
Itu adalah quote dari film Boston Stranglers (2023). Diceritakan tokoh utama, Loretta McLaughlin (Keira Knightley), curhat pada teman kerjanya, Jean Cole (Carrie Coon), bahwa ia merasa bersalah menjadi wanita karir. Pekerjaannya sebagai seorang jurnalis menyita banyak waktunya, sebagian besar gajinya dihabiskan untuk menggaji pengasuh anak. Kemudian, temannya yang juga seorang jurnalis sekaligus wanita karir menimpalinya dengan kalimat tsb.
Ketidaksetaraan gender
Ketidaksetaraan gender memang masih menjadi masalah hingga kini. Nilai yang dibentuk oleh masyarakat tersebut dapat membuat seseorang merasa bersalah, padahal ia tidak melakukan kesalahan. Seperti yang ditampilkan film tersebut, seorang wanita karir cenderung merasa bersalah ketika bekerja, bahkan diperlakukan seperti seorang pendosa. Bagaimana dengan laki-laki? Apakah dia juga merasa bersalah ketika bekerja?
Kodrat. Begitu pembelaannya. Laki-laki bekerja, sedangkan perempuan mengurus rumah tangga. Padahal itu bukanlah kodrat, melainkan nilai yang dibentuk masyarakat. Dan itu boleh ditentang. Bahwasannya mengurus rumah tangga, anak, memasak dkk adalah tugas bersama, baik laki-laki dan perempuan. Laki-laki boleh bekerja, pun dengan perempuan juga boleh bekerja. Dan tidak perlu merasa bersalah.

Sumber : Unsplash
“You can’t be apologetic, not about the things that are important to you.”
Ini berlaku secara umum, baik laki-laki dan perempuan, pada hal-hal yang dianggap penting. Misal tentang passion. Teman-temanku seringkali curhat dan mengeluh akan pekerjaannya. Mereka mengaku padaku bahwa sebenarnya pekerjaannya bukanlah passionnya, tapi mereka tidak memiliki pilihan lain karena ingin membuat bangga orang tua mereka. Kebanyakan pekerjaan itu adalah yang cenderung bersifat “turun-temurun”, seperti guru, dokter, polisi, tentara dkk. Pekerjaan-pekerjaan itu bukanlah passion mereka, tapi harapan/perintah orang tua mereka. Mereka tidak enak hati jika tidak mewujudkan harapan orang tua mereka. Akhirnya, dikorbankan passion mereka.
Bukan hanya orang tua yang berkorban untuk anak, anak pun juga berkorban untuk orang tua. Anak “berhutang” pada orang tuanya. Mereka merasa bersalah jika tidak memenuhi harapan orang tuanya. Namun, apakah harus mengorbankan passion, hal yang penting dalam hidup mereka? Haruskah merasa bersalah ketika kita mewujudkan passion dan impian, namun tidak sesuai dengan harapan orang tua?
Perasaan kita juga penting
Contoh lainnya adalah tentang introversi. Orang-orang introvert seringkali merasa bahwa kepribadian mereka merupakan sebuah kelemahan. Sesuatu yang harus diperbaiki. Mereka merasa bersalah jika menolak undangan untuk kongko-kongko.
Bukan tanpa sebab perasaan itu muncul. Orang-orang seringkali menjustifikasi bahwa orang introvert merupakan ansos. Padahal bukan begitu. Itu murni preferensi, orang-orang introvert cenderung lebih menikmati kesendiriannya. Bukan ansos, tapi prefer bersosialisasi dengan sedikit orang. Kesalahpahaman itu masih sering terjadi. Orang-orang introvert memang minoritas dibandingkan dua kepribadian yang lain, ambivert dan ekstrovert.
Jangan merasa bersalah menolak undangan orang lain, tidak ikut kegiatan keluarga besar dkk! Ikutlah jika kamu merasa nyaman. Jangan merasa bersalah menghabiskan waktumu untuk me time! Perasaanmu juga penting.
Jangan merasa bersalah melakukan yang menurutmu penting dalam hidupmu. Jangan! Toh itu tidak merugikan orang lain, kan?
Writer : Bayu Rakhmatullah